Langsung ke konten utama

Ke Acara Akikah Bagian 2 : Malam Sebelum Acara

Malam Sebelum Acara

Setelah magrib, kini aku berada di teras depan rumah. Memperhatikan orang-orang di sana atau memainkan Hp-ku sendiri. Ku lihat di depan teras ini ada sebuah meja. Ibu-ibu yang ada di sekitar meja itu, sedang mempersiapkan makanan berupa sup.

Setelah semua sup di atas meja telah tersedia untuk diambil dan disantap. Ibu-ibu yang ada di situ menyuruh untuk semua orang mengambil sup. Ada beberapa orang yang mengambil mangkuk sup di meja itu. Tetapi ada juga yang ndak mengambil sup, termasuk aku.

Keasikan dengan Hp-ku sendiri, sampai-sampai ndak menghiraukan panggilan untuk mengambil sup. Entah yang ke berapa kalinya aku dipanggil, pada akhirnya aku menyerah dan mengambil satu mangkuk sup juga.

Kebanyakan mengambil sambal, yang ku campurkan ke mangkuk sup ini. Baru beberapa sendok sup yang ku santap, langsung kena cegukan. bermaksud menghentikan cegukan, aku mengambil air gelas kemasan.

Air gelas kemasan itu berada di atas meja, tepat di hadapan tempatku duduk. Sambil terus berusaha menahan cegukan, aku melangkah menuju meja itu. Ndak cukup dengan segelas air mineral, ku ambil segelas lagi.

Menikmati kuah sup panas dan pedas ini sampai dahi mengeluarkan keringat. Sesekali meminum air dari gelas kemasan yang sudah ku sediakan tadi. Sedikit melegakan mulut dari rasa pedas, dengan beberapa teguk air. Lalu kembali menyantap dan memakan nasi dari sup ini.

Selesai menyantap habis sup tadi, kini hanya meminum air gelas kemasan yang masih tersisa. Agar bibir dan mulut kembali sejuk dari rasa panas dan pedas.

Melihat mangkuk-mangkuk yang berada ndak jauh dari ku hanya tergeletak. Ditinggal begitu saja oleh orang-orang, yang sebelumnya menyantap habis sup-sup mereka. Padahal mangkuk itu tergeletak diteras, tempat orang-orang sering lewat.

Mengumpulkan mangkuk-mangkuk sup, bekas makan yang orangnya ndak tau kemana. Tetapi ndak ku antar ke tempat pencucian, hanya mengumpul dan meminggirkan saja. Agar Mangkuk-mangkuk di teras ini, ndak tertendang apalagi terinjak oleh seseorang.

Asik duduk santai di teras depan rumah, setelah menyantap habis sup dan menyimpun mangkuk. Tiba-tiba saja aku dipanggil oleh seorang ibu-ibu, yang berada di teras samping rumah.

Pada teras samping rumah ini adalah salah satu tempat kesibukan para ibu-ibu, untuk mempersiapkan hidangan acara besok. Dari dapur tembus keluar sampai teras samping rumah, dipenuhi oleh kesibukan ibu-ibu.

Rupanya aku dipanggil untuk memasangkan tabung gas 3 kg, yang tadi sore ku ambil bersama paman. Kebanyakan ibu-ibu di situ mengeluh, ndak tau memasang tabung gas.

Lebih dari satu tabung gas yang harus di ganti, memang melihat dari tadi selalu digunakan. Selain itu ada beberapa jenis kompor yang berbeda, memiliki fungsinya masing-masing dalam memasak bumbu-bumbu.

Selesai dengan menggantikan tabung gas, aku kembali duduk santai di tempat ku tadi. Entah mengapa ada rasa mules di perut, meski cuaca dingin padahal sudah memakai jaket. Apa mungkin karena sehabis makan tadi, ada rasa ingin buang air.

Tetap saja aku masih menahannya, menunggu sandal ku kembali dulu. Karena sandal ku dipinjam oleh paman, yang tadi sore menyuruh-nyuruh ku. Ia meminjam sandal untuk dibawa ke acara nikah, yang berlangsung di dekat sini.

Sebenarnya ndak hanya paman tadi, yang sudah meminjam sandal itu. Sudah beberapa kali sandal itu dipakai oleh orang-orang. Itulah kurang kerjaan ku dari tadi di sini, selain asik memainkan Hp. Tapi juga asik memperhatikan sandal-sandal yang ada di depan teras, terutama sandal ku sendiri.

Aku menunggu lumayan lama paman itu kembali, padahal rasa buang air makin terasa. Ada rasa ndak enak bila memakai WC di rumah ini, banyaknya orang-orang memenuhi rumah. Jadi susah untuk lewat berlalu lalang, keluar masuk di rumah ini.

Ingin rasanya langsung mengambil sepasang sandal yang banyak berjejer di depan teras. Tapi lagi-lagi ada perasaan ndak enak, bila nanti orang yang ku pakai sandalnya sibuk mencari.

Karena rasa buang air ini sudah terasa berada di ujung tanduk. Mau ndak mau, rasa enak ndak enak jadi urusan belakang, dari pada harus terhambur di sini. Langsung saja, aku beranjak dari tempat duduk bersila ku ini. Lumayan bingung saat memilih sandal, yang akan ku gunakan karena banyak pilihan. Mulai dari bentuk dan ukuran yang berbeda-beda.

Tanpa pikir panjang lagi, langsung saja ku pilih sandal yang kiranya muat di telapak kaki ku. Setelah aku bawa jalan baru aku menyadari, kalau sandal yang ku pakai lain sebelah. Tetapi sudah tanggung kalau harus kembali lagi hanya untuk mengganti sandal.

Untung saja keadaan waktu itu, ndak terlalu terang dan di perjalanan mencari WC malah gelap. Meski di pinggir jalan hanya lampu dari kendaraan saja yang bisa menerangi, itu pun kalau ada kendaraan yang lewat.

Di jalan raya ini ndak ada lampu penerangnya, yang biasa berada di pinggir jalan. Selain itu, rumah-rumah juga berjarak lumayan jauh dari jalan raya. Kalaupun ada sedikit cahaya, mungkin hanya remang-remang saja.

Aku lebih memilih untuk mencari WC yang sering aku gunakan. WC yang berada di dekat dengan perkebunan kelapa sawit. Perkebunan milik kakak sepupu, tempat Basir biasa mendodos, memanen sawit.

Sesampai di pinggir perkebunan, aku langsung saja mencari WC itu dengan cara mengingat-ingat. Semakin masuk ke dalam, cahaya lampu dari rumah warga terasa makin redup.

Menyalakan layar Hp-ku untuk di jadikan senter, Hp-ku ini memang ndak ada lampu kilatnya. Kalau ada maka dengan aplikasi tertentu, bisa digunakan sebagai senter bahkan tanda SOS.

Ndak begitu lama mencari, aku sudah berada di depan WC yang ku cari. Tetapi sayang, WC yang berdinding dari daun kelapa yang di anyam ini. Sudah benar-benar hancur, terlihat ndak layak pakai sebagai WC lagi.

Keadaan mules sudah semakin terasa berada di ujung tanduk. Seingatku di dalam perkebunan ini ada parit, mungkin parit itu bisa aku gunakan. Aku pun mencoba masuk lebih dalam lagi, di perkebunan sawit ini. Hanya diterangi oleh cahaya dari layar Hp-ku, yang setiap beberapa detik akan redup.

Meski kecerahan cahaya Hp-ku, sudah dapat ku naikkan dengan mudah. Tetapi ndak ada waktu, untuk mengatur lama waktu redup layarnya. Jadi sambil mencari parit itu, setiap beberapa detik memencet tombol Power. Agar Hp ini layarnya kembali menyala, sebagai sumber cahaya dalam pencarianku.

Saat mencari parit di perkebunan ini dengan terburu-buru, kadang di kagetkan oleh sebuah gundukan dari tanah. Gundukan itu tempat binatang sejenis serangga, yang pada musim hujan bisa memiliki sayap. Binatang-binatang itu, beterbangan dan mengincar cahaya lampu-lampu rumah warga.

Gundukan itu bisa membuat kaget, karena terkena cahaya layar Hp-ku secara tiba-tiba. Juga bentuknya yang besar dan meninggi, terlihat seperti seseorang pikirku.

Tapi tanpa memikirkan lebih lanjut lagi, aku memilih untuk kembali mencari parit itu. Pada akhirnya aku mendapatkan parit, dan langsung saja nongkrong lama di situ.

Karena di parit ini ndak ada airnya, jadi aku keluar menuju sumur dekat jalan raya. Ku dengar suara ibu yang memanggil-manggil ku, aku pun mengintip dari balik seng. Biasa digunakan sebagai atap, seng ini digunakan sebagai dinding di tempat ku saat ini. Yakin kalau itu ibu, aku pun menegur beberapa kali.

Sekarang sudah terlihat rapi kembali, aku pun menghampiri ibu. Kami bersama-sama kembali ke tempat acara Akikah. Ndak jauh dari tempat aku dan ibu bertemu tadi, ada seorang anak yang berbadan gemuk menghampiri kami. Dia menanyakan ada apa?, aku dan ibu hanya diam saja.

Ibu mencari ku karena setelah paman yang meminjamkan sandalku tadi, menanyakan keberadaan ku. Ndak lama setelah itu, paman yang meminjam sandal tadi menghampiriku di pinggir jalan raya ini. Ia mengembalikan sandalku, aku pun memberikan sandal orang yang ku pakai untuk ia gunakan.

Ibu dan paman tadi langsung saja masuk lewat serobong untuk masuk ke dalam rumah. Ada rasa malu untuk masuk ke dalam serobong, setelah dicari seperti tadi.

Kini aku berdiri di tempat gelap, yang berada di samping serobong lebih tepatnya di pinggir jalan raya. Dua orang yang sedang bercakap-cakap di depan ku, salah satu dari mereka aku mengenalinya. Yaitu si pemilik rumah, tempat acara Akikah akan berlangsung.

Kakak sepupu pemilik rumah menunjuk kearah ku, aku spontan menoleh ke belakang. Karena merasa bukan aku, siapa tau ada orang lain yang dia tunjuk. Menyadari kalau di belakang ku ndak ada siapa-siapa lagi, hanya terlihat suasana gelap saja.

Rupanya kakak sepupu tadi menyuruh temannya, untuk meminjam korek api kepada ku. Aku pun memberikan korek api milik ku, kepada teman kakak pemilik rumah. Setelah dia pakai, dengan segera di kembalikan lagi kepada ku.

Kini orang-orang yang ada di pinggir jalan ini semakin bertambah. Mereka semua memiliki teman untuk diajak ngobrol. Hanya aku sendiri saja yang diam di sini, dari pada hanya sekedar berdiam aku kembali mengeluarkan Hp-ku dari dalam kantong jaketku.

Pegal juga rasanya lama berdiri sendiri di sini, ku perhatikan mereka tahan berdiri lama. Tetapi mereka yang berada di pinggir jalan pada depan serobong, mereka ada yang jongkok-jongkokan.

Aku pun ikut jongkok sendiri di pinggir jalan raya ini. Ndak lama itu, dua orang yang berada di belakang ku dari tadi asik ngobrol. Mereka juga ikutan untuk jongkok di pinggir jalan raya.

Lama jongkok mereka kini berdiri, melihat mereka berdiri aku juga ikut berdiri. Saat berdiri itu, aku sadar untuk memperhatikan motorku yang ku parkirkan. Seharusnya motorku dapat terlihat dari sini, tetapi kenapa aku ndak melihat keberadaan motorku.

Aku sedikit gelisah, karena motorku ndak ada di tempat yang ku parkirkan tadi. Aku pun menghampiri tempat motorku, sampai ku lihat motorku berada di bawah atap terpal. Rupanya ada yang memindahkan motorku, ke bawah atap terpal samping panggung elektone itu.

Setelah merasa lega mendapati keberadaan terparkirnya motorku. Aku kembali lagi ke tempat ku berdiri tadi. Kini berniat untuk mencari kursi tempat duduk, karena dari tadi hanya berdiri dan jongkok saja.

Mendapati tiga kursi di depan serobong, tepatnya di bawah sebuah pohon hias yang ndak begitu besar. Saat aku menyentuh kursi-kursi itu, bermaksud untuk membersihkannya. Rupanya kursi-kursi ini sangat kotor, terasa bekas pasir yang basah.

Mungkin karena anak-anak tadi, asik menginjak-injak kursi ini. Agar mereka bisa menggapai daun, dari pohon hias itu untuk sekedar bermain-main. Mencoba mencari kursi di dalam serobong, ndak membutuhkan waktu lama aku mendapati kursi untuk diduduki.

Tepat aku masuk dari samping serobong ini, aku melihat sebuah meja dan kursi kosong. Meski keadaan di dalam serobong ndak terlalu terang, hanya pantulan cahaya lampu dari teras saja.

Kursi-kursi yang mengelilingi meja itu, telah di ambil oleh orang-orang. Mereka berkumpul dan saling ngobrol, bersama teman-teman mereka. Tapi satu meja dan satu kursi saja, sudah cukup untuk aku duduk sendiri.

Sedangkan alat musik elektone, berada dipanggung tepat di depanku sudah siap. Tapi ndak dapat digunakan saat ini, karena genset yang dari tadi mati hidup sedang berusaha untuk diperbaiki.

Setelah dibawakan mesin genset lainnya, barulah lampu menyala terang. Alat musik elektone pun dinyalakan dan dimainkanlah lagu DJ. Membuat suasana menjadi tambah ramai, ndak sepi seperti sebelumnya.

Rupanya mesin genset yang digunakan sebelumnya, ndak kuat untuk mengangkat semua peralatan musik elektone dan lampu di serobong ini. Sehingga diganti dengan mesin genset, yang lebih besar lagi dari pada mesin sebelumnya.

Terangnya cahaya bohlam lampu yang memenuhi serobong ini. Terlihat jelaslah, kalau aku hanya duduk sendiri dengan satu meja dan kursi saja. Dibandingkan dengan meja-meja lainnya yang terisi penuh oleh orang-orang.

Aku ndak merasa heran, sudah beberapa kali aku mengalami hal seperti ini bila ke tempat acara. Mungkin ndak ada seseorang, yang benar-benar akrab dengan ku di tempat ini. Atau hanya akunya saja, yang ndak mau mengakrabkan diri dengan orang-orang.

Penyanyi pertama sebagai pembuka memulai lagunya. Belum sampai setengah lagu, yang dia lantunkan aku pun segera beranjak pergi. Karena merasa kurang nyaman, bila berada di sini pas di depan panggung.

Dengan menanyakan, di mana tempat air yang dapat digunakan untuk mencuci kaki. Kepada kakak pemilik rumah, yang sekarang dia tepat berdiri di samping ku. Dia pun menunjukkannya, aku segera saja mengarah ke tempat yang dia tunjukkan tadi.

Sesampai di tempat yang ku perkirakan, berada di samping rumahnya. Aku melihat sebuah tandon yang cukup besar. Melihat di bagian bawah tandon itu ada sebuah keran, aku pun memutar keran itu. Air tandon ini, ku gunakan untuk mencuci kaki.

Setelah kaki sudah terasa bersih, sudah ndak ada licak memenuhi telapak kaki ku. Aku kembali duduk-duduk di teras depan rumah, menikmati lagu yang sedang disenandungkan.

Meja yang berada di depan rumah, tempat aku mengambil air gelas kemasan tadi. Juga disediakan air putih, teh dan kopi, melihat orang-orang mengambilnya aku pun memilih untuk mengambil kopi.

Ndak lama paman yang ku bawakan buah pisangnya, dua karung tadi sore. Menghampiriku sambil membawa secangkir kopi, kami pun menyeruput bareng. Rupanya Ia lah, yang menyelenggarakan acara Akikah ini untuk kedua putranya. Aku dan paman sedikit mengobrol, karena lebih terlena mendengarkan lagu.

Lalu disusul dengan diantarkannya kami, sepiring berisi makanan berupa roti basah. Tambah enak dinikmati dengan secangkir kopi dan keramaian musik yang terus dinyanyikan.

Belum lama menikmati roti basah di piring ini, kami harus segera menyingkir. Karena ada seorang bapak, akan memasang tali rapia atau biasa disebut rumput Jepang di pelapon teras.

Tentu aku segera mengamankan kopi dan makanan roti basah ke dalam rumah. Meski sudah merasa sedikit aman, sebenarnya masih belum. Karena ada anak-anak yang mencoba melompat, berusaha menggapai salah satu seneck.

Hampir lompatannya, mengenai kopi dan makanan yang ku taruh di dalam rumah. Untung saja cepat di tegur, kopi dan makanan kami kembali aman. Rupanya tali rapia itu digunakan untuk menggantung seneck, uang dan pisang. Semua itu akan diperebutkan besok dengan cara melompat.

Ndak taunya bapak tadi hanya memasang tali rapia di pelapon teras. Sedangkan bagian menggantungkan seneck, uang dan pisang adalah seorang anak perempuan. Dia bersama teman-temannya, terlihat sangat antusias untuk menggantung.

Dengan menggunakan sebuah kursi, dia berusaha untuk mencoba menggantungkan. Meski beberapa di bagian pinggir pelapon teras ini, telah terisi hasil gantungan mereka. Makin lama mereka terlihat mulai kewalahan, untuk menggapai tali rapia di pelapon teras ini.

Akhirnya mereka meminta bantuan seseorang yang berada di serobong. Orang yang mereka panggil malah sedang asik berkumpul bersama temannya. Meski aku ndak mengenal siapa yang dia panggil, tapi aku tau kalau orang itu ndak merespon dengan panggilannya.

Seorang ibu yang mengenaliku menyarankan agar aku yang menggantungkan seneck, uang dan pisang. Ada rasa ingin menolak karena sebelumnya, belum pernah melakukan hal ini.

Tanpa mengiakan perkataan ibu tadi, aku pun menaiki kursi. Mengambil entah seneck, uang atau pisang yang berada di sebuah kotak kardus. Tempat barang yang digantung itu, dipegangi oleh anak-anak tadi.

Tentu dengan mudahnya aku dapat menggapai tali rapia. Tapi karena ini adalah pertama kalinya, dan melakukan beberapa kali kesalahan. Maka agak lama aku dapat mengikatkan benang, ke tali rapia untuk menggantung.

Mungkin lamanya dalam menggantung dan sesekali melirik contoh gantungan mereka sebelumnya. Anak yang memegangi kotak kardus memanggil temannya. Dia meminta untuk menggantikan tugasnya, memegangi kotak kardus.

Saat pindah untuk menggantungkan jajanan ini, ke tempat yang masih kosong. Harus memindahkan kursi dulu, dengan aku turun dari kursi dan memindahkan posisi kursi. Posisi harus pas dibawah barisan tali rapia, yang masih belum di gantungi oleh jajanan dan naik ke atas kursi lagi.

Sampai separuh pelapon, sudah merasa agak tenang dan semakin mahir menggantung. Aku mulai bisa mengikat dengan santai dan mempercepat ikatanku. Entah sudah berapa lagu yang telah dinyanyikan, selama aku mengikat untuk menggantung jajanan ini.

Akhirnya selesai juga, aku melihat sekitar serobong yang tadinya dipenuhi oleh orang-orang kini sepi. Hanya tertinggal satu meja saja yang terisi penuh. Meski telah sepi masih terasa ramai, karena musik elektone masih dimainkan untuk bernyanyi.

Setelah musik elektone berhenti dimainkan kini barulah terasa sepi. Bingung apa lagi yang dilakukan, aku memilih untuk ikut membersihkan meja. Bersama paman penyelenggara acara, mengambil piring dan gelas untuk diantar ke tempat pencucian.

Di tengah-tengah kegiatan kami tiba-tiba saja hujan, meski ndak begitu deras. Kini sudah ndak ada lagi piring dan gelas di atas meja, aku memilih kembali duduk bersila di teras depan. Berusaha menghindari rasa dingin dari udara malam dan hujan.

Terlihat dari teras ini, dua orang bapak-bapak seperti mencari sesuatu. Aku pun menghampiri mereka berdua, menanyakan apa yang dicari. Baru ku sadari, kalau salah seorang adalah paman yang ku kenal. Ia mengatakan, sedang membantu temannya yang kehilangan Hp.

Menanggapi itu, aku mengatakan kalau tadi saat bersih-bersih meja. Memang ndak melihat kalau di sekitar meja ini ada Hp. Selain itu, saat bapak-bapak berkumpul ramai di meja ini, aku sedang sibuk menggantung seneck di pelapon. Di iyakan oleh paman yang menyadari keberadaanku tadi.

Bapak yang kehilangan Hp, nantinya bermaksud untuk menelepon Hp-nya itu. Berharap kalau Hp miliknya, hanya tertinggal di rumah. Setelah mengatakan itu, ia berpamitan pulang meski Hp-nya belum ketemu.

Kembali duduk-duduk di teras depan, tiba-tiba saja hujan deras. Tapi hujan deras ini, hanya berlangsung sebentar saja. Seperti memberi peringatan, kalau nanti akan ada hujan susulan.

Suasana sudah semakin sepi dan mulai dingin berada di luar sini, aku memilih masuk ke dalam rumah. Tujuanku juga untuk melihat-lihat ruangan, yang bisa aku gunakan berbaring tidur nantinya.

Belum menemukan tempat berbaring, aku kembali menuju teras. Di ruang tamu, aku melihat orang-orang yang sedang berkumpul. Malam ini, sepertinya belum menyusun meja dan kursi dengan rapi. Terlihat masih terhambur, berserakan sehabis digunakan ngumpul sebelumnya.

Aku memilih duduk di kursi kosong, dekat dengan dua orang yang masih duduk di luar. Seorang pemain elektone, sedangkan seorang lagi menggunakan baju seragam Orange. Meski aku ndak tau apa pekerjaannya, yang ku tau rumahnya ndak jauh dari sini. Mungkin bapak ini, hanya ingin sekedar mampir saja.

Aku hanya bisa diam, ndak tau apa yang mereka obrolkan. Sesekali aku memeriksa waktu di Hp, rupanya sudah lewat pukul 12 malam. Mengingat besok adalah hari acara Akikah, aku memilih masuk ke dalam rumah. Meninggalkan mereka, memilih mencari tempat berbaring untuk tidur.

Di ruang tamu terlihat bapak-bapak berkumpul tadi, kini telah berbaring. Di ruang tengah yang agak sempit, dua orang anak-anak asik memainkan Hp, sambil berbaring.

Samping mereka terdapat kamar yang tentu sudah terisi juga. Di ruang keluarga yang lumayan luas, dekat dengan dapur. Juga terdapat kamar yang telah terisi penuh.

Hanya ruang keluarga inilah, yang masih tersisa tempat untuk berbaring. Jadi aku memilih berbaring di sini saja. Ada bantal guling yang dapat ku gunakan sebagai alas kepala. Di sampingku ada berbaring kakak sepupu pemilik rumah, meski bukan dia yang menyelenggarakan acara Akikah ini.

Tapi dia merasa gelisah untuk tidur karena kelelahan, memang saat aku tiba di sini dia sudah sibuk. Seperti membuat parit di sekeliling serobong, agar air hujan ndak menggenang di bawah serobong. Lalu saat mengangkat dan memasangkan alat musik elektone, dia juga ikut membantu.

Meski kami sudah sempat berbincang sebentar, akhirnya dia memilih untuk pindah. Menuju tempat seperti gudang, yang sudah di bersihkan tepat di samping rumahnya. Sambil membawa obat nyamuk yang belum dibakar, tapi entah mengapa dia meninggalkan bantalnya juga.

Tepat di depanku berbaring terdapat pintu yang terbuka, tempat ibu-ibu berlalu lalang menuju teras samping rumah. Sampai tengah malam begini, masih mempersiapkan bumbu masakan untuk besok.

Karena pintu terbuka lebar itu, angin dingin dari luar pintu membuat jari-jari kaki ku menjadi dingin. Sayangnya lagi, aku lupa membawa sarung kesayangan dari rumah. Aku melepas jaket merah yang selalu ku kenakan di badanku dari perjalanan tadi. Sekarang jaket itu ku gunakan untuk menutupi kedua kaki ku.

Rasa kantuk juga ndak kunjung terasa, mungkin karena pengaruh minum kopi. Padahal besok harus bisa bangun pagi, karena acara akan dimulai dari pagi. Kalau malam ini ndak bisa tidur, besok bisa pusing dan lemas bila dibutuhkan, pikirku.

Memilih untuk membuka Hp, membaca cerita pada halaman yang ku simpan sebelumnya. Belum selesai cerita itu ku baca, sudah terasa kantuk. Pada akhirnya tanpa sadar aku sudah tertidur pulas.

Selanjutnya
Ke Acara Akikah Bagian 3 : Paginya Hujan Gerimis

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kostum Busana Unik Karnaval 17 Agustus Di Babulu

Kostum dan busana unik dalam Karnaval, biasa digunakan oleh setiap peserta Karnaval memang bermacam-macam. Mulai dari kostum busana keren sampai aneh sekalipun dapat dilihat dalam acara Karnaval. Bisa baca juga: Berbagai Acara Rayakan 17 Agustus Di Babulu Acara Karnaval di Babulu untuk memperingati 17 Agustus juga sangat meriah. Banyak peserta antusias untuk mengikuti Karnaval. Para peserta Karnaval menggunakan berbagai kostum busana unik. Mereka menggunakan kostum dan busana dalam Karnaval banyak mengambil berbagai tema, mulai dari tradisional sampai fantasi. Tetapi para peserta tetap akan menggunakan tema berhubungan dengan 17 Agustus tahun ini, Meskipun ada juga beberapa peserta Karnaval yang sedikit keluar dari tema 17 Agustus. Tetapi yang penting Karnaval dapat berjalan dengan lancar dan menampilkan berbagai kostum busana unik. Para peserta Karnaval menggunakan kostum busana unik, ada yang langsung ke tempat peminjaman busana, ada juga menggunakan kostum busana unik

10 Kostum Busana Unik Karnaval 17 Agustus

Menampilkan Kostum dan Busana unik , oleh peserta dalam memeriahkan Karnaval 17 Agustus. Berbagai kostum maupun busana unik, ditampilkan oleh warga Babulu yang mengikuti Karnaval. Mulai dari yang mewah, meriah, mencolok, sampai sederhana tetapi tetap terlihat unik. Acara Karnaval dalam rangka memperingati 17 Agustus, berlangsung sangat meriah. Terlihat banyaknya peserta yang antusias, mengikuti Karnaval dengan menggunakan kostum busana unik mereka. Entah itu kostum atau busana yang mereka buat sendiri dengan kreativitas. Ataupun menyewa kostum dan busana yang menurut mereka unik, untuk di tampilkan di sepanjang jalan raya Babulu. Warga Babulu juga sangat antusias, untuk melihat para peserta dan meramaikan Karnaval. Banyak tema yang digunakan oleh Peserta Karnaval, dalam Kostum dan Busana unik yang mereka kenakan. Mulai dari tema tradisional sampai fantasi, bahkan ada yang menggunakan tema bebas. Bebas menampilkan kreativitas dalam memilih kostum dan busana unik mereka. Beri

Video "Lamaran Si Ma'ul" Cerita Lucu Pendek Durasi 5 Menit

Berikut cerita lucu, video Lamaran Si Ma’ul Ingin berencana melamar pekerjaan, Ma’ul membawa semua persyaratan yang dibutuhkan. Dimulai dengan mengetok pintu, entah kenapa dia mengurungkan niatnya, mungkin karena ragu. Akhirnya Ma’ul, memutuskan untuk ndak jadi mengetok pintu dan pergi. Memperhatikan sekelilingnya, ndak taunya dia berada di tempat sepi. Ma’ul pergi berjalan tanpa arah dan tujuan, sambil terus melamun. Di sepanjang perjalanan di awali dengan lompatan aneh, kaget menginjak ranting, hampir jatuh terpeleset dan menghindari orang, yang hampir menabraknya. Baru Ma’ul sadari dan kaget, ketika dia berhenti di sebuah kuburan. Ketika Ma’ul berjalan sampai di perkebunan sawit, dia langsung menyapa seseorang yang sedang membersihkan pohon kelapa sawit. Tapi, orang itu ndak mengenali Ma’ul, sebenarnya begitu juga dengan Ma’ul. Mengetahui niat dan maksud Ma’ul, pengurus kebun pun memberikan berbagai pertanyaan. Ma’ul bisa menjawab, semua pertanyaan itu dengan enteng. S