Padahal kami diberi pesan, kalau setiap hari setelah rapat dan sebelum hari acara pernikahan. Kami semua diharapkan bisa datang, untuk bantu-bantu mempersiapkan penyelenggaraan. Tapi karena ada yang harus ku selesaikan, maka hari Senin aku ndak datang sama sekali.
Aku dan Basir di malam Selasa inilah, kami berangkat ke rumah tetangga yang akan diadakan acara pernikahan. Mungkin saja, ada sesuatu yang bisa kami lakukan, dari pada diam tanpa melakukan apapun.
Sesampai di halaman rumah ini, aku melihat kalau serobong telah berdiri. Meski belum selesai, terlihat dari orang-orang yang sedang sibuk memasang serobong.
Aku dan Basir bingung, karena kami harus melakukan apa di sini. Sebab kami memang, belum pernah memasang serobong sebelumnya. Melihat seseorang sedang memasang panggung, tempat kursi pengantin nantinya. Dia terlihat agak kewalahan, menyusun papan sebagai lantai panggung sendirian.
Panggung ini, memiliki rangka yang terbuat dari besi dan dapat dibongkar pasang. Sedangkan lantainya adalah susunan papan yang lumayan panjang mengikuti luas panggung. Dari pada bingung, aku memutuskan untuk membantu menyusun lantai panggung ini.
Begitu juga Basir, ikut membantu mengangkatkan tumpukan papan ke atas rangka panggung ini. Langsung di sambut oleh orang tadi, yang selanjutnya salah satu bagian ujung papan aku dapatkan. Lalu aku bersama orang itu, memasang dan menyesuaikan susunan papan pada rangka panggung.
Ada beberapa papan yang ndak sesuai dengan lebar panggung. Karena papan lebih panjang dari pada lebar panggung, jadi papan itu dibiarkan dan diganti dengan papan lainnya. Kalau ada papan yang sedikit lagi pas, dengan lebar panggung.
Maka akan ada, yang merenggangkan rangka panggung dengan berbagai cara. Bahkan cara paksa pun digunakan, agar papan sesuai dengan lebar panggung. Demi terlihat kokoh dan ratanya permukaan panggung.
Selesai pemasangan panggung, kami semua dipanggil untuk segera makan. Padahal aku dan Basir baru saja datang, hanya baru sedikit membantu. Tetapi kami tetap diajak makan, bersama orang-orang yang memasang serobong dan panggung tadi.
Salah seorang remaja yang memasang bagian atap serobong, rupanya kenalan Basir juga. Mereka bertegur sapa dan sedikit mengobrol, entah apa yang mereka obrolkan.
Sehabis makan kami kembali lagi ke halaman rumah, melanjutkan memasang serobong yang belum selesai. Aku dan Basir kembali bingung karena harus melakukan apa lagi. Sampai pada kakak anggota keluarga penyelenggara acara, protes mengenai panggung yang baru kami selesaikan tadi.
Katanya kalau posisi panggung ini salah, memanjang searah dengan serobong. Seharusnya melebar ke samping, masih pas dengan lebar serobong. Kalau seperti ini, maka meja dan kursi tamu akan sangat sempit dan terbatas.
Kalau diperhatikan apa yang ia katakan benar juga, tapi aku dan Basir ndak menyadari itu. Tadi kami hanya melanjutkan saja, membantu menyusun panggung yang posisinya memang seperti ini.
Mau ndak mau harus mau, kami membongkar kembali panggung ini. Rangka panggung ini, kami pindahkan posisinya agar mengikuti lebar serobong. Tentu saja membutuhkan tenaga empat orang atau lebih. Untung saja tuan rumah dan beberapa bapak-bapak ikut membantu.
Sedangkan orang yang menyusun panggung bersama kami tadi, ndak membantu dia malah ikut memasang serobong. Mungkin dia bermaksud untuk cepat menyelesaikan pemasangan serobong ini.
Setelah posisi rangka panggung berubah, kami kembali menyusunkan papan untuk lantai panggung. Basir mengambilkan papan, aku menyorongkan papan di atas rangka panggung. Agar salah satu ujung papan, dapat disambut oleh seorang bapak yang juga ikut membantu. Aku bersama bapak itu, menyusun dan menyesuaikan papan panggung satu persatu. Sampai semua lantai terisi, oleh susunan papan dan dapat dipijaki.
Selesai itu, kami hanya melihat-lihat cara pemasangan serobong, yang menurutku rumit. Dari pemasangan terpal atap serobong ini, pemasangan atap serobong kecil untuk bagian sambutan tamu.
Sampai menyusun papan anak tangga untuk menaiki panggung, tentu kalau bagian ini kami juga ikut membantu. Misalnya dalam mencarikan papan untuk anak tangga yang sesuai. Ndak terasa waktu sudah hampir larut malam, aku dan Basir pun pamitan dengan orang-orang yang ada di situ.
Hari ini, aku datang pada siang hari lebih tepatnya sudah lewat tengah hari. Ndak seperti hari sebelumnya, selalu datang pada malam hari. Mungkin karena siangnya, ada yang harus sibuk ku kerjakan. Tapi kali ini, sudah meminta izin agar aku bisa ikut sedikit membantu dalam acara itu.
Hanya dengan menyeberangi jalan raya, aku sudah sampai di tempat tujuan. Sesampainya, lagi-lagi aku kebingungan harus melakukan apa. Karena sampai saat ini, masih melanjutkan memasang serobong lagi. Jadi aku hanya melihat-lihat saja, orang-orang yang sedang sibuk memasang serobong.
Kali ini, aku datang sendirian ndak bersama Basir, karena dia masih di sekolahan. Aku melihat kalau sekarang, serobong yang dipasang sudah bertambah luas.
Panggung yang tadi malam kami susun pun, sudah dapat di pakai. Panggung itu juga, telah diisi perlengkapan untuk menghiasi panggung. Panggung tempat alat musik elekton dan penyanyi, juga sudah berdiri. Siap digunakan, meskipun alat musik dan para penyanyinya belum ada.
Aku hanya bisa sedikit membantu, seperti menahan kursi tempat seseorang berdiri di atasnya. Agar dapat menggapai dan memperbaiki, sisi serobong yang kurang tempat. Selain itu juga, ikut memindahkan besi penyangga serobong agar lebih kokoh.
Duduk santai, karena menurutku ndak ada yang dapat dilakukan. Mungkin juga karena melihat orang-orang sedang beristirahat. Tadinya bekerja, sekarang mereka sudah duduk santai sambil ngobrol. Ada juga yang sambil minum kopi ataupun air putih saja.
Setelah istirahat itu, ada di antara mereka yang pergi ke belakang rumah. Mereka melalui jalan di samping rumah ini, cukup lebar untuk dilewati beberapa orang sekaligus. Aku ndak mengikuti mereka, karena aku merasa ndak diajak.
Rupanya ndak begitu lama mereka berada di belakang rumah. Terlihat mereka kembali lagi ke sini, sambil membawa bambu. Bambu yang lumayan besar sudah berwarna kuning pucat, tanda bambu sudah tua dan kering Bambu yang sudah ndak menyebabkan gatal lagi, apabila disentuh oleh seseorang.
Lalu terpal lebar berwarna cokelat gelap, yang masih tergulung dibawa kemari. Mereka ingin membangun atap menggunakan terpal itu dan bertiangkan bambu. Agar serobong bertambah luas lagi, untuk menampung lebih banyak tamu.
Bambu dipotong terlebih dahulu, langsung menggunakan parang. Agar panjang bambu, dapat diperkirakan oleh orang yang memotongnya. Ndak lupa pula tali rapia juga dipakai, mengencangkan ikatan antara tiang bambu dengan terpal.
Saat itu Basir juga sudah ada di sini, setelah pulang selolah dia segera mengganti pakaiannya. Basir langsung datang ke sini, ikut membantu membangunkan atap terpal ini. Basir malah lebih banyak membantu, terutama mengikatkan tali rapia agar lebih erat.
Sedangkan aku kadang bingung, apa yang harus dilakukan. Tetapi paling ndak, aku bisa membantu memotong dan memberikan tali rapia. Yang berada di bawah atap terpal ini, diberikan kepada mereka yang membutuhkan.
Sore itu adek juga datang bersama Bapak, mungkin dia merasa ndak enak bila datang sendirian. Bapak menghampiri kerabat-kerabatnya, yang sedang santai mengobrol. Sedangkan adek langsung menghampiri kami, yang sedang duduk di kursi di bawah atap terpal ini.
Melihat semua orang sudah terlihat lebih santai, ndak ada lagi yang dikerjakan. Aku ngobrol dengan Basir hanya sesekali saja, karena dia asik dengan Hp-nya. Namun adek malah selalu mengajak ngobrol, entah apa saja yang dia obrolkan. Aku mengikuti saja obrolannya, yang menurutnya seru.
Karena mungkin sudah merasa bosan, Basir pun akhirnya pulang juga. Ndak lama setelah itu, aku dan adek memilih untuk pulang bersama-sama.
Malam ini adalah malam di mana semua orang, yang kemarin diundang untuk membantu menjalankan acara. Agar dapat hadir semua, untuk mempersiapkan acara pernikahan.
Tentu saja malam ini lebih ramai, dari pada malam-malam sebelumnya. Karena besok pagi, acara pernikahan akan berlangsung selama satu harian.
Termasuk aku dan Basir, tapi adek malah ikut-ikutan datang bersama kami ke tempat acara. Menyeberangi jalan raya, kami datang bersama-sama setelah lewat Isya.
Semua bagian, untuk pelaksanaan acara besok sudah hampir selesai. Seperti hiasan pada kursi pelaminan dan peralatan musik elekton masih dikerjakan. Tetapi kursi dan meja tamu, masih belum disusun sehabis digunakan tadi siang. Ada tumpukan kursi plastik, belum lepas dari tumpukan kursi plastik lainnya.
Tapi menurut kami, ndak ada yang dapat kami lakukan di saat seperti ini. Jadi kami pergi ke belakang saja, melihat tempat memasak nasi. Mereka memasak menggunakan tungku dan panci-panci besar untuk persiapan acara.
Aku duduk di sebuah tempat duduk dari kayu, bersama orang-orang yang memang sudah dari tadi di sini. Tempat duduk ini, berada ndak jauh dari tungku tempat memasak nasi.
Adek duduk dan ngobrol, bersama teman sebayanya di sampingku. Basir di belakang ndak jauh dari kami, di tempat yang agak sedikit gelap. Dia terlihat sedang asik ngobrol, bersama teman-temannya. Sedangkan aku hanya duduk diam, sambil memperhatikan percakap yang menarik di hadapanku.
Ndak berapa lama duduk di sini, kami semuanya dipanggil ke atas rumah. Karena akan ada acara selamatan, demi kelancaran acara besok.
Belum lama duduk di sini, kami semua dipanggil naik ke rumah. Ndak hanya kami saja, semua orang yang masih ada di sekitar halaman rumah. Juga dipanggil naik, karena akan diadakan acara syukuran demi kelancaran acara besok.
Kami semua naik ke rumah, rupanya di dalam rumah sudah lumayan ramai. Jadi kami geser-menggeser, agar semua orang mendapatkan tempat untuk duduk bersila.
Posisi duduk merapat ke dinding, bermaksud agar ndak ada yang saling memunggungi. Membuat sisa tempat yang cukup luas, di tengah ruangan ini. Rumah ndak cukup menampung, jadi ada sebagian yang duduk di teras depan rumah.
Selesai membacakan doa syukuran, selanjutnya memakan makanan yang telah disediakan. Makanan kali ini bukan sup lagi, tapi daging ayam. Ada perasaan sedikit ndak enak, saat mengingat memakan daging bila ndak ada garpunya.
Pernah mencoba untuk mengiris daging kambing, menggunakan sendok saja. Tapi ndak disediakan garpu ataupun pisau, jadi daging ndak teriris. Dari pada terbuang sia-sia, daging kambing yang terpotong tipis itu, ku telan bulat-bulat.
Selesai makan-makannya, banyak yang meninggalkan piring-piring bekas makan mereka. Tapi ada juga beberapa orang yang sukarela, menyimpunkan piring-piring ini.
Menurutku besok bakal lebih ramai dari pada malam ini. Jadi aku ikut membantu menyimpunkan piring, sekaligus pemanasan agar ndak grogi besoknya.
Selesai makan banyak yang kembali ke belakang lagi, tempat tungku memasak nasi tadi. Begitu juga dengan aku, Basir dan adek, kami ikut menuju ke belakang rumah. Tapi mungkin bosan di belakang sini, aku bersama adek ke halaman depan di bawah serobong.
Kami duduk di kursi yang telah ada mejanya, bekas bapak-bapak tadi sore yang asik ngobrol di sini. Kursi dan meja ini masih belum tersusun rapi, tapi ndak bisa juga dikatakan berantakan.
Dari sini kami bisa melihat-lihat dengan leluasa, proses penataan panggung. Aku melihat ada tiga kursi di atas panggung, satu kursi dapat diduduki oleh dua orang pasangan.
Kursi bagian tengah yang terlihat lebih besar, tempat kedua mempelai duduk nantinya. Dan di kedua sisi sampingnya ada kursi, mungkin tempat kedua orang tua mempelai.
Pada kursi yang berada di tengah-tengah itu, ada lampu menyala di belakangnya. Lampu itu berganti-ganti warna, pada setiap detik-detik tertentu.
Kami sangat memperhatikan dan kadang membuat candaan, saat melihat hiasan di depan panggung. Hiasan itu berada di bagian bawah depan panggung, sejalur dengan kursi mempelai.
Sebuah hiasan bunga di dalam pot, ditaruh di sebuah rangkaian dari besi. Rangkaian besi itu, berbentuk seperti sebuah sepeda roda tiga. Setelah puas memperhatikan itu, kami kembali lagi ke belakang.
Entah yang sudah ke berapa kalinya, aku dan adek bolak-balik dari depan ke belakang rumah ini. Begitu juga dengan salah satu teman, yang ikut di panggil dari hari sebelumnya sama seperti ku.
Dia juga bolak-balik gelisah dari depan ke belakang, seperti ada yang dia tunggu. Entah seseorang atau apapun itu, dia ndak memberitaukan ku dan aku pun enggan menanyakannya.
Dia juga sempat menanyakan jam berapa saat ini, mulai dari aku dan teman lainnya. Untuk memastikan, jawaban yang ku berikan agak meragukan. Karena aku pun sendiri, yang memberikan jawaban berpikir seperti itu.
Lumayan lama juga duduk di belakang sini, tanpa ada yang harus dilakukan lagi. Suara guntur dan cahaya kelabu, yang saling menyambar dari balik awan gelap di malam ini. Menandakan hujan akan segera turun, beberapa orang ada yang membahasnya sebagai bahan obrolan.
Karena mungkin merasa, beberapa saat lagi akan turun hujan. Jadi ada sebagian yang memilih pulang, ada juga yang masih bertahan di sini. Basir dan adek, sudah pulang deluan dari tadi. Sedangkan aku, teman yang gelisah tadi dan beberapa orang masih bertahan di sini.
Sudah merasa bosan di belakang sini, aku memilih untuk kembali ke depan lagi. Duduk sendirian, di kursi yang berada di pojok samping panggung pengantin.
Sambil sedikit memperhatikan, keasikan bapak-bapak ngobrol di depan panggung sana. Tempat aku dan adek tadi, memperhatikan proses menghiasi panggung itu.
Duduk sendirian di sini, aku memilih untuk membuka Hp-ku. Melihat-lihat halaman tersimpan pada browser, siap tau ada yang menarik untuk dibaca. Di saat seperti ini, ketika bosan sendirian ditambah ndak ada paket buat internetan.
Ku baca salah satu artikel, dari halaman yang ku simpan itu sampai selesai. Sudah ada rasa bosan untuk membaca, dengan posisi kurang menyenangkan seperti ini.
Ada hal lain yang menarik perhatianku, melihat teman satu ini bolak-balik terus dari tadi. Sedikit menegur, dan menanyakan apa yang dia lakukan. Aku malah mendapatkan, jawaban yang kurang ku mengerti.
Pada akhirnya duduk sendirian lagi, sudah merasakan beberapa kali bosan seperti ini. Aku pun langsung beranjak menyeberangi jalan raya, untuk pulang ke rumah.
Selanjutnya
Pelaksanaan Acara Di Hari Rabu
Komentar
Posting Komentar