Langsung ke konten utama

Ke Acara Akikah Bagian 1 : Sehari Sebelum Acara

Sehari Sebelum Acara Dimulai

Sabtu, adalah hari pertama ibu dan aku menuju ke tempat acara Akikah. Aku mengira kami akan gagal jalan, ke tempat acara itu karena hujan. Air hujan yang ndak mau berhenti membasahi bumi, dari pagi sampai sekarang melewati tengah hari. Hujan yang cukup lama, ku perkirakan akan tembus sampai sore nanti.

Tapi ibu memutuskan untuk tetap jalan ke tempat acara Akikah. Meskipun sekarang ini, air hujan masih berguyuran. Tetapi semua perlengkapan untuk menuju ke tempat acara Akikah, sudah dipersiapkan.

Sebenarnya Basir juga diajak, bersama-sama ke tempat acara Akikah. Tapi sudah dari kemarin, dia terus memanen di kebun kakak sepupu kami. Meski daerah tempat dia bekerja memanen sawit, dekat dengan acara Akikah ini.

Kali ini aku ndak menggunakan, motor 2 tak yang biasa ku pakai. Aku menggunakan motor, bertangki besar yang berada di depan. Motor yang banyak orang-orang gunakan untuk mengetap bensin di SPBU. Karena kelebihannya ini, yaitu memiliki tangki cukup besar untuk menampung bensin.

Belum sampai separuh perjalanan, tetapi sudah lumayan jauh dari rumah. Motor ini saat di gas sudah malai terasa aneh, maklum motor yang jarang dipakai. Tiba-tiba saja motor ini gasnya berteriak, aku yang panik langsung mematikan motor ini dan menyingkir ke pinggir jalan.

Padahal saat ini masih dalam keadaan hujan, meski sekarang hanya rintik-rintik saja. Ibu turun dari boncengan, aku berusaha untuk menghidupkan kembali motor. Rupanya hanya beberapa kali engkol saja, motor sudah kembali menyala. Kami kembali melanjutkan perjalanan, dengan rasa cemas di pikiranku.

Rasa cemas yang ku rasakan dan dari pengalaman kemarin-kemarin, terbukti. Ndak beberapa jauh berjalan, motor kembali seperti tadi lagi. Aku curiga, ada yang kotor pada bagian karbu motorku ini.

Tetapi aku ndak bisa membongkar dan membersihkan karbu motor. Berbeda dengan Basir, dia masih bisa membongkar, membersihkan dan memasang karbu motor 2 tak kami. Tapi kalau motor bertangki besar ini, dia juga ndak sanggup karena memang ndak tau.

Saat aku mencoba meng-engkol kembali, motor bisa menyala lagi. Tapi malah mengegas dengan sendirinya, serta mengeluarkan asap hitam dari knalpot yang membuat ibu kaget. Setiap ku engkol selalu begitu, jadi kami ndak bisa melanjutkan perjalanan. Ibu memilih, mampir di warung yang berada dekat dari sini.

Aku yang berada di bawah pohon kecil, masih bisa untuk meneduhku dari sedikit rintik hujan. Aku terus mencoba untuk menormalkan kembali motorku ini.

Memutar-mutar baut, entah baut apa yang ada di karbu motor ini. Karena aku pernah melihat Basir, memutar-mutar baut ini jadi ku ikuti saja caranya. Meski aku memutar seperti asal-asalan dan merasa ndak yakin dengan hasilnya.

Tapi akhirnya hidup juga motor ini, meski memutar asal-asalan baut di bagian karbu tadi. Ibu memutuskan untuk pulang balik ke rumah saja, dari pada melanjutkan perjalanan yang berjarak masih jauh.

Tentu saja keputusan ini membuat ibu dan aku sendiri kecewa. Tapi kami juga ndak berani, melanjutkan perjalanan kalau keadaan motor seperti ini.

Sesampai di rumah bapak dan adek menanyakan kepada kami, kenapa pulang?. Alasannya selain hujan, juga karena motor yang dalam keadaan ndak normal. Menurutku kemungkinan bagian pada karburator motor ini kotor.

Untuk menutup rasa kecewa, aku menyuruh adek membelikan tela-tela yang ndak jauh dari rumah. Lebih tepatnya berada di depan rumah kami, warung tela-tela yang lumayan terkenal di sini. Aku ndak heran, karena rasa dari tela-tela di warung itu memang enak.

Meski aku sedikit menyangka, kalau hujan begini acil penjual tela-tela bakalan tutup. Adek juga ndak tau, warung tela-tela itu buka atau tutup. Tetapi tetap saja, dia ku suruh untuk membelikan tela-tela.

Aku kembali ke kamar, langsung berebahan di kasur dan memainkan Hp. Cukup lama juga aku menunggu adek kembali, kalau dia cepat kembali berarti warung itu tutup. Kalau seperti ini, berarti adek sedang menunggu pesanan tela-telanya itu.

Ku dengar suaranya, rupanya adek telah datang sambil membawakan pesanan ku tadi. Kami pun memakannya bersama dengan bapak dan ibu juga. Menikmati tela-tela hangat, bersama keluarga di cuaca dingin begini. Walau kurang rasanya, karena Basir ndak ada di sini bersama kami.

Hujan mulai reda saat itu, ketika aku baru menghidupkan Pc-ku rupanya ibu berubah pikiran. Ibu memilih untuk mencoba kembali, menuju ke tempat acara Akikah. Karena memang yang melakukan acara Akikah itu, merupakan keluarga ibu.

Dengan menggunakan motor 2 tak, yang biasa ku pakai. Selain itu juga, menurutku motor ini ndak ada rewelnya. Sekarang hujan sudah benar-benar reda, meski waktu sudah terasa agak sore.

Ketika jalan dengan motor 2 tak ini, aku merasa lumayan enteng. Mungkin karena sudah biasa ku gunakan, dibandingkan motor sebelumnya. Ibu juga berpendapat yang sama denganku, saat ibu dibonceng menggunakan motor ini.

Di sepanjang perjalanan, sesekali aku melihat-lihat keadaan sekitar pinggir jalan raya. Terutama pada bagian pinggir jalan, yang hanya ditumbuhi pepohonan dan semak belukar.

Jalan ini juga berliuk-liuk dan naik turun, kadang juga ibu sesekali mengajak berbincang. Meski suara ibu agak tertutup, oleh suara nyaring knalpot yang merupakan ciri khas motor 2 tak ini.

Ketika sampai di tanjakan yang cukup tinggi, kendaraan lain melaju untuk ancang-ancang. Agar kendaraan mereka dapat melewati tanjakan itu, begitu juga dengan ku.

Ketika di pertengahan jalan tanjakan ini, rupanya ada mobil truk yang berhenti. Kendaraan lain meninggalkan kami, mereka tetap melaju di tanjakan sambil menghindari mobil truk itu.

Sedangkan aku yang menyadari mobil truk itu, malah menurunkan gas. Alhasil gigi tiga pun, ndak mampu untuk melewati tanjakan ini. Aku turunkan hingga gigi dua, sambil sedikit memainkan kopling. Agar motorku juga dapat merayapi tanjakan ini.

Berhasil melewati mobil truk tadi, hampir sampai menuju puncak tanjakan ini. Lagi-lagi di depan kami, ada mobil truk berisi penuh kelapa sawit berjalan pelan merayapi tanjakan.

Aku merasa bagian depan motorku, terasa sedikit terangkat saat menaiki tanjakan ini. Mungkin karena ban depan motorku yang berukuran kecil, mempengaruhi perasaan terangkat. Setelah sebentar menoleh ke belakang, rupanya ibu duduk dengan posisi agak ke belakang.

Sampai juga pada turunan gunung, di sini aku melihat ada rambu-rambu perbaikan jalan. Ndak taunya ada jalan yang memang sedang diperbaiki. Jalanan pada bagian sebelahnya kiri kami, tepat berada di pinggir jurang itu rusak parah.

Terlihat jalan yang berlubang sangat besar dan dalam. Mungkin diakibatkan longsor, pada tanah pinggir jurang penahan aspal itu. Hal ini yang adek selalu katakan, ketika aku masih di rumah kemarin. Meski perkataannya saat itu, ndak terlalu ku perhatikan.

Sesampai di desa tempat tujuan kami, aku dan ibu memilih untuk mampir ke rumah nenek. Mungkin sudah menjadi kebiasaan, setiap ke desa ini. Kami akan lebih dahulu, mampir dan berkunjung ke rumah nenek.

Padahal kami telah melewati, serobong tempat acara Akikah akan berlangsung. Setelah berhenti di depan rumah nenek, ndak taunya pintu rumah nenek tertutup rapat.

Tentu saja ibu mengetaui, kalau nenek berada di rumah tempat acara Akikah. Aku dan ibu langsung saja menuju ke tempat acara, yang memang merupakan tujuan awal kami.

Sampai di tempat acara Akikah, aku berhenti dan memarkirkan motorku di samping rumah. Lebih tepatnya di belakang serobong, karena serobong mengikuti arah jalan raya. Sedangkan rumah-rumah di sini, menghadap jalan raya.

Ibu sudah turun dari motor, aku langsung mencari-cari batu yang berbentuk lepeh di sekitar motorku. Agar dapat dijadikan alas pijakan standar motor, karena di tempat aku parkir permukaan tanahnya agak lembek. Sedikit ku perhatikan sepertinya, di desa ini juga telah diguyur hujan dari tadi pagi.

Batu lepeh itu berguna, untuk standar motorku ndak tenggelam ke dalam tanah. Agar posisi motorku ndak terlalu miring, bila dengan posisi standar terlalu miring. Aku khawatir motorku, akan rubuh dengan sendirinya di tempat parkir.

Aku dan ibu bersama-sama, menuju ke rumah acara yang harus melalui serobong itu dahulu. Ku lihat sudah ada orang-orang yang terlihat sibuk, mempersiapkan untuk besok. Tetapi ada juga yang sebagian lainnya ngobrol santai.

Aku memasuki rumah sebentar, menaruh helm kami di dalam rumah. Lalu aku lebih memilih ke luar, duduk santai di teras depan rumah. Sambil memperhatikan orang-orang yang ada di situ.

Sampai, aku dipanggil oleh seorang bapak-bapak yang memang sudah ku kenali. Paman itu menyuruh ku untuk membantunya, mengambil gas 3 kg di toko samping rumah nenek.

Setelah itu, aku kembali lagi duduk santai sambil bersila di teras rumah. Ndak lama, aku kembali dipanggil oleh paman tadi. Diajak duduk bersama bapak-bapak, yang dari tadi santai ngobrol.

Kini aku duduk di kursi plastik, sama dengan bapak-bapak lainnya. Aku kurang mengerti apa yang mereka bahas. Jadi aku hanya diam, memperhatikan obrolan mereka menjurus ke mana. Tetapi kadang ada juga, aku bisa menanggapi obrolan mereka.

Aku kadang memulai membahas hal lain, setelah mereka diam. Karena kalau keadaan diam seperti ini terasa canggung. Misalnya pembahasanku, adalah menanyai lama hujan yang terjadi di desa ini. Tentu saja mereka membalas obrolanku, dan aku juga mendapatkan jawaban yang memuaskan.

Asik ngobrol, paman tadi memanggilku lagi. Kali ini dia menyuruhku menuju rumahnya, menggunakan sepeda motor untuk mengambil buah pisang. Ia juga menggunakan sepeda motor, dengan membonceng istri dan kedua anaknya.

Sebelumnya memang aku pernah ke rumahnya, tetapi aku sudah lupa. Jadi aku memilih untuk mengekorinya dari belakang. Menurutku kalau paman ini, lumayan laju membawa keluarganya. Atau akunya saja yang terlalu lambat, sehingga kadang tertinggal jauh.

Bisa juga disebabkan karena aku ndak hafal jalan di sini. Sehingga kadang mengerem mendadak, bila ada jalan berlumpur atau genangan air. Memang rumah paman, berada di antara perkebunan kelapa sawit. Jadi kami ndak melalui jalan aspal, melainkan menggunakan jalan perkebunan.

Pada akhirnya aku sampai juga di kantor desa ini. Itu karena paman tinggal, di salah satu perumahan di sini. Meski samar-samar aku masih bisa sedikit mengingat, kalau dulu pernah ke sini bersama ibu.

Aku mencoba untuk mencari sendiri rumah paman tadi, sambil sedikit mengingat-ingat. Aku sadar dari lamunan ingat-mengingat tadi, setelah dipanggil oleh istri paman. Tanpa ku sadari, aku berhenti di depan rumah yang salah.

Paman mengajakku ke tempat ia menaruh pisang. Karena sedikit penasaran dengan perumahan ini, aku melihat-lihat sekitar. Sambil berjalan pelan, menggunakan sepeda motor di depan paman.

Tadi hanya ditunjukkan saja oleh paman, arah tempat ia menyimpan buah pisangnya. Aku melihat di samping seperti sebuah gadang, ada perkebunan pisang. Langsung saja aku menggunakan motorku, mencoba untuk memasuki kebun pisang itu.

Aku pun menghentikan motorku secara tiba-tiba, setelah ku dengar panggilan dari paman. Rupanya buah pisang milik paman, di taruhnya di dalam gudang yang ku lihat tadi.

Aku membalikkan arah motorku, dan ku gunakan standar dua agar lapak motor rata. Setelah itu paman mengeluarkan buah pisangnya dari gudang. Rupanya buah pisang, sudah dikarungi malahan dua karung lagi.

Tentu saja, aku yang sudah biasa membawa barang seperti itu. Langsung saja kedua karung berisi buah pisang, di taruh di motorku. Ada yang di bagian lapak belang dan di ikat dengan karet. Satunya lagi ditaruh di depan, pada bagian melengkung di atas mesin motor bebek.

Padahal paman menyuruhku, hanya membawa salah satu saja. Tetapi aku tetap mengeras untuk membawa keduanya. Karena ujung-ujungnya, kedua karung berisi buah pisang ini, akan dibawa sampai ke tempat Akikah juga.

Saat aku ingin kembali ke tempat acara, entah mengapa aku seperti lupa arah jalan keluar. Ketika ada persimpangan aku memilih salah satu simpang, dan aku menyadari kalau persimpangan yang ku pilih tadi salah.

Tapi sadarnya sudah jauh, aku ndak ada niat untuk kembali lagi karena hari mulai gelap. Aku teruskan saja, meski ada sedikit keyakinan kalau jalan ini benar. Lebih terbukti lagi kalau jalan yang kupilih salah, setelah aku berhenti di depan genangan air yang memenuhi jalan.

Karena sebelumnya saat aku lewat jalan tadi, mengekori paman ndak ada genangan air seperti ini. Ada rasa ingin kembali saja, tetapi melihat waktu benar-benar ingin gelap dan terdengar suara azan. Dengan penuh keyakinan, kalau jalanan ini akan membawaku keluar dari perkebunan sawit.

Aku pun menerobos genangan air itu, genangan air yang ndak terlalu dalam. Tapi sedikit menyentuh bagian bawah mesin motorku. Genangan air ini juga, hanya beberapa meter saja untuk dilalui.

Aku pun menerusi jalanan ini, meski ada sedikit perasaan kalau aku akan tersesat nantinya. Bersama dengan dua karung yang berisi buah pisang ini.

Saat ku lihat di depan sana ada rumah, aku merasa sedikit lega. Mendekati rumah itu, rupanya tepat di samping rumah ini ada jalan raya. Ndak taunya aku berada di gang masuk, berbeda dari yang tadi. Tetapi sampai dijalan raya juga, aku sudah mulai mengenali suasana yang familiar di jalan aspal ini.

Sesampai di tempat acara Akikah lagi, aku langsung memberikan karung-karung pisang itu. Kepada ibu-ibu, yang berada di bagian teras samping rumah.

Selanjutnya
Ke Acara Akikah Bagian 2 : Malam Sebelum Acara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kostum Busana Unik Karnaval 17 Agustus Di Babulu

Kostum dan busana unik dalam Karnaval, biasa digunakan oleh setiap peserta Karnaval memang bermacam-macam. Mulai dari kostum busana keren sampai aneh sekalipun dapat dilihat dalam acara Karnaval. Bisa baca juga: Berbagai Acara Rayakan 17 Agustus Di Babulu Acara Karnaval di Babulu untuk memperingati 17 Agustus juga sangat meriah. Banyak peserta antusias untuk mengikuti Karnaval. Para peserta Karnaval menggunakan berbagai kostum busana unik. Mereka menggunakan kostum dan busana dalam Karnaval banyak mengambil berbagai tema, mulai dari tradisional sampai fantasi. Tetapi para peserta tetap akan menggunakan tema berhubungan dengan 17 Agustus tahun ini, Meskipun ada juga beberapa peserta Karnaval yang sedikit keluar dari tema 17 Agustus. Tetapi yang penting Karnaval dapat berjalan dengan lancar dan menampilkan berbagai kostum busana unik. Para peserta Karnaval menggunakan kostum busana unik, ada yang langsung ke tempat peminjaman busana, ada juga menggunakan kostum busana unik

10 Kostum Busana Unik Karnaval 17 Agustus

Menampilkan Kostum dan Busana unik , oleh peserta dalam memeriahkan Karnaval 17 Agustus. Berbagai kostum maupun busana unik, ditampilkan oleh warga Babulu yang mengikuti Karnaval. Mulai dari yang mewah, meriah, mencolok, sampai sederhana tetapi tetap terlihat unik. Acara Karnaval dalam rangka memperingati 17 Agustus, berlangsung sangat meriah. Terlihat banyaknya peserta yang antusias, mengikuti Karnaval dengan menggunakan kostum busana unik mereka. Entah itu kostum atau busana yang mereka buat sendiri dengan kreativitas. Ataupun menyewa kostum dan busana yang menurut mereka unik, untuk di tampilkan di sepanjang jalan raya Babulu. Warga Babulu juga sangat antusias, untuk melihat para peserta dan meramaikan Karnaval. Banyak tema yang digunakan oleh Peserta Karnaval, dalam Kostum dan Busana unik yang mereka kenakan. Mulai dari tema tradisional sampai fantasi, bahkan ada yang menggunakan tema bebas. Bebas menampilkan kreativitas dalam memilih kostum dan busana unik mereka. Beri

Video "Lamaran Si Ma'ul" Cerita Lucu Pendek Durasi 5 Menit

Berikut cerita lucu, video Lamaran Si Ma’ul Ingin berencana melamar pekerjaan, Ma’ul membawa semua persyaratan yang dibutuhkan. Dimulai dengan mengetok pintu, entah kenapa dia mengurungkan niatnya, mungkin karena ragu. Akhirnya Ma’ul, memutuskan untuk ndak jadi mengetok pintu dan pergi. Memperhatikan sekelilingnya, ndak taunya dia berada di tempat sepi. Ma’ul pergi berjalan tanpa arah dan tujuan, sambil terus melamun. Di sepanjang perjalanan di awali dengan lompatan aneh, kaget menginjak ranting, hampir jatuh terpeleset dan menghindari orang, yang hampir menabraknya. Baru Ma’ul sadari dan kaget, ketika dia berhenti di sebuah kuburan. Ketika Ma’ul berjalan sampai di perkebunan sawit, dia langsung menyapa seseorang yang sedang membersihkan pohon kelapa sawit. Tapi, orang itu ndak mengenali Ma’ul, sebenarnya begitu juga dengan Ma’ul. Mengetahui niat dan maksud Ma’ul, pengurus kebun pun memberikan berbagai pertanyaan. Ma’ul bisa menjawab, semua pertanyaan itu dengan enteng. S