Selesai memasang kain penghias, terlihat kalau di serobong ini didominasi oleh warna ungu. Kecuali dua meja tamu dan sebagian meja prasmanan yang kekurangan kain taplak meja.
Dengan demikian tugas kami telah selesai sudah, entah kenapa orang-orang yang ada di sekitar serobong naik ke teras rumah. Mereka menghampiri pintu masuk rumah, menjadi kerumunan seperti menunggu sesuatu.
Aku yang penasaran pun, ikut bergabung dengan mereka. Rupanya mereka sedang menunggu aba-aba, perebutan jajanan yang tergantung di pelapon rumah. Aku teringat tadi malam, susah payah menggantungkan jajanan di pelapon teras ini.
Setelah aba-aba di berikan, barulah orang-orang berlompatan untuk menggapai yang mereka inginkan. Baik anak-anak hingga orang tua, di dalam maupun di teras rumah. Aku ndak perlu melompat, hanya menggapai dan menarik dengan santai saja. Kalau ada jajanan yang tergantung lebih tinggi, cukup dengan sedikit menjinjit saja.
Mendapatkan uang Rp 2000-an, yang disuruh untuk digantung juga tadi malam. Entah mengapa, dari pada jajanan aku lebih senang untuk menargetkan menggapai uang. Tapi sayangnya, aku lupa di mana saja uang yang kugantung di pelapon ini. Karena terbawa suasana rebutan, aku asal menarik saja yang penting dapat.
Ada tersisa satu jajanan masih tergantung, seorang ibu-ibu menunjuk itu. Mungkin ibu ini ndak dapat menggapainya, sedikit menjinjit aku pun mendapatkannya dan memberikan kepada ibu itu.
Aku memilih duduk di pagar teras ini, sambil memegangi hasil dapatanku. Sebenarnya ini adalah pertama kalinya, melakukan hal yang menyenangkan seperti ini.
Tapi bagi seorang bapak yang ada di hadapanku, mungkin sudah biasa dia ikuti hal seperti ini. Bapak itu mengeluarkan kantong kresek hitam, dari saku celananya. Sambil mengucapkan kata-kata candaan, dia memasukkan semua jajanannya ke dalam kantong kresek itu.
Ada di antara bapak-bapak mengatakan, kalau gantungan di teras lebih tinggi dari pada di dalam rumah. Aku hanya tersenyum cekikikan di dalam hati, entah mengapa merasa senang dan ada rasa puas. Setelah itu mereka bubar, kembali ke tugas mereka masing-masing. Meski ada sebagian lain, malah pulang ke rumahnya masing-masing.
Anak-anak tadinya berebutan melompat di dalam rumah, kini mereka ke teras rumah juga. Sambil memamerkan apa yang mereka dapatkan, mulai dari jajanan sampai uang Rp 10.000-an. Ada juga melahap habis, jajanan hasil dapatan mereka.
Sekarang yang tergantung di teras, hanya buah-buah pisang saja. Ada seorang anak jeli, dia menyadari ada yang masih tertinggal selain buah pisang. Uang Rp 2.000-an itu pun berhasil dia gapai dengan melompat, lalu dia pamerkan kepada teman-temannya.
Ndak puas dengan yang mereka dapatkan, kali ini giliran buah-buah pisang. Hingga ndak tersisa, ada yang memakannya dan ada juga memberikan kepada temannya. Setelah sedikit bercanda bersama mereka, aku masuk ke dalam rumah. Tentu saja permisi lewat, kepada bapak-bapak yang masih ada di ruang tamu ini.
Masuk ke dalam berniat menyimpan jajananku, tapi mengambil satu jajanan untuk ku nikmati. Lalu melepaskan jaket ku yang selalu ku kenakan dari kemarin sore, tapi topi masih setia menutupi kepalaku.
Mengenakan baju berwarna biru gelap, bagian lengan ku gulung sampai siku dengan bercelana hitam. Aku berniat kembali keluar, rupanya bapak-bapak merapatkan diri dengan duduk bersila sambil membacakan Al-qur'an.
Merasa ndak enak bila melewati mereka, aku memilih keluar melalui pintu teras samping rumah. Tentu saja harus melewati persediaan masakan, yang diolah oleh ibu-ibu dengan hati-hati aku melewati itu semua.
Sampai juga kembali di serobong ini, tapi aku bingung apa lagi harus dilakukan. Aku hanya melihat sekeliling saja, masih sepi belum banyak tamu yang datang. Meski ada beberapa tamu, yang terus langsung masuk ke dalam rumah.
Ndak beberapa lama setelah itu, kami semua yang ada di sekitar rumah tempat acara Akikah ini. Dipanggil masuk ke dalam rumah, tentu juga termasuk aku. Merasa dipanggil, ikut masuk ke dalam rumah lagi.
Sebab ruang tamu hampir di penuhi oleh bapak-bapak, kami duduk bersila saling berdempetan. Aku hanya mendapatkan tempat duduk di pinggir pintu, sekaligus sebagai pengganjal pintu. Kemudian seorang anak juga masuk ke dalam, dia malah mendapatkan tempat duduk pas di pintu masuk rumah.
Kami semua duduk bersila dan memunggungi dinding rumah, agar bisa melihat wajah satu sama lain. Seseorang membawakan nampan berisi nasi, lengkap dengan lauk-pauknya.
Melihat semua orang ada di sini mengambil makanan mereka. Aku pun ikut mengambil piring berisi daging kambing, yang ada di hadapanku. Seorang anak berada di sampingku, ku tawari piring berisikan daging kambing.
Rupanya dia menolak, padahal di sekitar kami hanya ada piring berisi daging kambing itu saja. Dia ingin diambilkan piring yang berisi daging ayam. Seorang kakek mengetahui keinginannya, memberikan piring berisikan daging ayam kepada anak itu.
Selesai makan kami ndak langsung meninggalkan begitu saja, tetapi ngobrol-ngobrol dulu. Meski mereka menggunakan bahasa daerah, aku sedikit mengerti apa yang mereka bicarakan. Paling ndak inti pembahasan dari obrolan mereka, masih dapat kumengerti.
Aku ikut bergabung pembicaraan dua bapak-bapak di sampingku, menggunakan bahasa Indonesia. Tentu saja mereka membalas, dengan menggunakan bahasa Indonesia juga.
Sekarang telah ada sebagian bapak-bapak yang telah berpamitan, kepada paman penyelenggara acara Akikah. Aku pun disuruh oleh seorang kakek, untuk mengantarkan piring kotor ke tempat pencucian.
Selesai menyimpun piring kotor, kali ini menyusun air gelas plastik mineral. Menyusun di dua tempat pada bagian tengah ruang tamu ini. Bila nantinya ada tamu masuk ke dalam rumah, bisa meminum dari air gelas kemasan ini. Sehabis itu, barulah aku bisa kembali menuju teras depan rumah.
Kali ini aku jadikan teras sebagai tempat duduk, sedangkan kakiku berada di tanah. Karena rumah ini memiliki, kaki rumah dari kayu yang rendah. Rupanya meja telah di isi oleh air gelas mineral, makanan pencuci mulut dan tisu.
Di ujung depan teras inilah, aku melihat-lihat bila ada orang yang datang. Hampir tengah hari sudah, hanya sedikit tamu yang datang. Mungkin karena hujan gerimis tadi lumayan lama, membuat para tamu agak kesiangan.
Kulihat kembali meja-meja tamu, rupanya ada yang mengganti susunan pada kain taplak meja. Diakibatkan kekurangan dua kain taplak meja, hanya bagian tengah saja diberi taplak meja. Sedangkan dua meja ndak, letak kedua meja itu berada di kedua sisi pojok depan sana.
Meja tepat berada di depanku, di isi oleh anak-anak yang sebelumnya memang sudah ada di sini. Selesai makan mereka membawa piring kotor mereka masing-masing, ke tempat pencucian piring. Tempat itu berada, pas di luar samping rumah.
Di tempat itu banyak di isi oleh ibu-ibu, selain mencuci piring mereka juga mempersiapkan masakan. Para ibu-ibu mempersiapkan hidangan, mulai dari dalam rumah tembus sampai teras di samping rumah. Sedangkan ibu-ibu pencuci piring beralaskan papan dan beratapkan terpal, mereka duduk di bangku kecil.
Di belakang sana ada bagian bapak-bapak yang mendapatkan tugas memasak nasi. Mereka menggunakan panci dan tungku besar, berbahan bakar dengan kayu api.
Di samping tungku ada tandon air berwarna oranye, yang lumayan besar. Lalu di sana ada juga gudang tempat kakak sepupu membuat gula merah. Tadi malam, malah dijadikannya sebagai tempat tidur.
Kembali ku perhatikan meja dan kursi yang ada di dalam serobong, mulai terisi dikit demi sedikit. Di pojok tempat meja yang ku perbaiki posisinya itu, di isi oleh anak-anak perempuan. Mereka di sana sangat lama dan ramai sekali, sampai-sampai posisi meja mereka, kini kembali miring lagi.
Kakak pemilik rumah melihat itu, yang tanpa ku sadari kehadirannya. Tepat berada di sampingku, sambil mengatakan. Sebab anak-anak itu terlalu menekan meja, dan tanah masih lembek akibat guyuran hujan. Membuat posisi meja ndak rata, seperti itu.
Tamu mulai ramai berdatangan, aku pun bergegas untuk bergerak. Baik mengambil piring bekas makan para tamu, atau sekedar membersihkan meja dan kursi saja. Saat kembali dan ingin duduk di teras seperti tadi, rupanya teras rumah ini telah dipenuhi oleh orang-orang juga.
Memilih berdiri di pinggiran serobong ini, tepatnya di antara serobong dan depan teras rumah. Sekarang kulihat keadaan masih dapat terkendali, jadi aku meninggalkan serobong sebentar karena ingin buang air kecil.
Saat pergi meninggalkan serobong, kulihat ada kumpulan remaja mereka menggunakan sepeda motor. Setelah memarkirkan motor mereka di seberang jalan raya depan serobong, mereka menyeberang menuju ke serobong. Ada rasa penasaran di benakku, tapi aku tetap meninggalkan mereka sebab sudah kebelet.
Selesai dengan urusan tadi, yang pastinya sudah kembali bersih aku pun berada di posisiku seperti sebelumnya. Berdiri sendiri di sini sambil melihat suasana di dalam serobong, terutama meja yang ditinggalkan oleh tamu. Entah kapan sampai saat ini, alat musik elektone belum juga dimainkan.
Ku perhatikan kumpulan remaja itu, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mereka sampai memenuhi, dua meja yang berada di tengah. Setelah di beritaukan oleh MC, mereka adalah para mahasiswa dan mahasiswi yang bertugas KKN di desa ini.
Mereka juga dipanggil naik ke panggung oleh MC, untuk bernyanyi. Tapi mereka menolak, malah saling menunjuk-nunjuk satu sama lain. Membuat suasana di sana menjadi meriah, karena mereka menjadi pusat perhatian.
Salah satu dari mahasiswa berbadan besar, berkacamata dan mengenakan jaket hijau kebiruan naik ke panggung. Sebagai perwakilan dari mereka, yang sebelumnya sudah mereka putuskan.
Kini dia telah memegang mikrofon yang diberikan oleh MC. Rupanya dengan mikrofon itu, dia mengajak teman-temannya ikut naik ke atas panggung. Mereka berbaris berjejer, memenuhi lebar panggung. Mahasiswa pertama naik tadilah, yang memegang mikrofon berbicara mewakili teman-temannya.
Dia memperkenalkan diri dan teman-temannya, juga mengucapkan terima kasih. Terutama kepada Pak RT sini, yang telah mengundang mereka. Dilanjutkan dengan, menyampaikan tugas mereka di desa ini sebagai isi dari pidatonya.
Banyak kamera HP yang mengarah ke pada mereka, baik anak-anak maupun orang tuanya. Sedangkan aku hanya melihat dari sini saja, apa daya baterai HP sudah habis.
Dari pada memikirkan itu, aku langsung menuju meja mereka. Membersihkan meja mereka dari tumpukan piring kotor. Kulihat air gelas mineral yang ada di salah satu meja mereka tinggal sedikit.
Sehabis membawa piring dari mereka, aku segera bergegas mengambil air gelas mineral. Tempat yang tepat, dus air gelas mineral berada di teras sehingga mudah untuk digapai olehku.
Aku kembali ke salah satu meja mereka, membawakan air gelas mineral dengan sedotannya. Membawa dengan menggunakan tangan, penuh di kedua genggaman tanganku.
Saat hampir mendekati meja, rupanya mereka telah kembali turun dari panggung. Kembali duduk di kursi mereka, sedangkan aku masih menyusunkan air gelas mineral di tengah meja mereka.
Salah satu dari mereka mengucapkan terima kasih, setelah itu aku kembali ke tempat ku biasa berdiri. Mengawasi meja-meja lainnya, siapa tau ada kekurangan persediaan. Ndak beberapa lama, musik elektone pun kembali di mainkan.
Selanjutnya
Ke Acara Akikah Bagian 5 : Melayani Tamu Undangan
Komentar
Posting Komentar