Langsung ke konten utama

Ke Acara Akikah Bagian 5 : Melayani Tamu Undangan

Melayani Tamu

Langit masih saja terlihat mendung, tetapi sudah ndak ada tanda kalau hujan akan kembali mengguyur bumi. Walau cuaca masih seperti itu, tetapi tamu mulai bertambah banyak. Sesudah para mahasiswa tadi berpamitan, tamu lebih ramai lagi.

Termasuk tamu yang lama ngobrol, bersama teman-temannya di salah satu meja dekat denganku. Karena ramainya tamu, ada beberapa meja yang terlindungi. Mengatasi ini aku berjalan pelan sambil melihat meja kosong, siapa tau ada tumpukan piringnya.

Kadang juga aku mengambil piring bekas tamu, meski tamu itu masih ada di kursi mereka. Aku mengambil dengan harapan mereka bisa lebih enak mengobrolnya. Tanpa harus melihat piring kotor, atau bekas gelas air mineral di atas meja mereka.

Memperhatikan meja berposisi miring, sehabis di tempati kumpulan anak perempuan tadi, kini sudah kosong. Mereka pergi, tanpa memperbaiki posisi meja merah itu.

Menghampiri meja merah itu, sambil memperhatikan meja tamu lain. Karena dari tadi meja ini kosong, ndak ada orang yang duduk di kursinya. Maka dengan leluasa, aku bisa memperbaiki posisi meja ini.

Posisi meja ndak terlihat rata, sebab salah satu kaki meja tenggelam terlalu dalam. Hal ini terjadi akibat tekanan, dari anak-anak tadi. Dengan pelan dan hati-hati, aku mengangkat kaki meja itu. Agar makanan dan air gelas mineral di atasnya, ndak terhambur berceceran di atas tanah.

Di bawah kaki meja ini, aku letakkan batu yang kudapat di sekitar meja. Batu itu kugunakan sebagai pijakan kaki meja, agar posisi meja terlihat datar kembali.

Sesudah itu, aku kembali ke posisiku sambil berjalan pelan, melihat-lihat meja para tamu. Mungkin sebagian para tamu undangan, merasa sedikit risih. Apalagi saat aku mengambil piring, atau gelas air mineral kosong di meja mereka.

Terlihat dengan reaksi tamu, ketika aku membereskan meja. Mereka yang awalnya asik menikmati hidangan, memberhentikan sejenak kegiatannya. Setelah aku pergi, barulah mereka kembali menikmati hidangannya.

Ndak terasa waktu sudah lewat tengah hari, musik elektone dari tadi selalu dimainkan. Kini berhenti untuk istirahat, begitu juga yang bertugas sebagai pelayan, menghentikan sementara pekerjaan kami. Maka suasana tiba-tiba saja terasa sunyi. Lalu perlahan mulai terdengar, bunyi sendok dan piring serta obrolan para tamu.

Kami juga ditawari makan siang dulu, aku tentu saja menuju ke meja prasmanan. Mengambil makanan yang kuinginkan, dari banyaknya hidangan yang ada di sini.

Pertama mengambil piring yang telah disediakan di prasmanan. Lalu mengambil nasi yang berada di dalam termos nasi. Kebetulan atau memang sengaja, termos berisi nasi itu tepat berada di sampingku.

Di meja prasmanan ini tersedia dua termos besar berisi nasi, berada di depan meja prasmanan. Pertama di posisi tengah meja prasmanan, termos nasi untuk dicampurkan dengan kuah sup. Sedangkan termos nasi yang kedua, berada di pojok kanan meja prasmanan, saat ini dekat denganku.

Aku memilih untuk mengambil daging ayam, beserta lauk-pauknya juga. Bingung mencari tempat duduk, sebab di teras telah dipenuhi oleh orang yang duduk-duduk.

Mereka ada yang hanya sekedar duduk sambil ngobrol, sesekali memperhatikan orang-orang diserobong. Ada juga yang duduk untuk memakan, hidangan sehabis mengambil dari meja prasmanan tadi.

Jadi sedikit bingung mau duduk di mana?, melihat paman duduk sendirian. Pada kursi dan meja, tepat berada di depan posisi saat aku berdiri, memperhatikan para tamu tadi.

Aku pun duduk pada kursi di depannya, paman menyadari keberadaanku melihat dan memberi senyum. Tentu saja aku membalas senyuman paman, lalu kembali fokus untuk berhadapan dengan makananku.

Mulai menikmati makananku, baru beberapa sendok melahap makanan ini. Baru kusadari setelah melihat beberapa kali, rupanya isi piringku terlalu penuh dan kebanyakan. Sempat terpikirkan dalam hatiku, bisa ndak aku menghabiskan makanan ini.

Namun pada akhirnya, mampu juga aku menghabiskannya. Meski paman yang ada di hadapanku, sudah selesai dari tadi. Aku sendiri ndak yakin, bisa menghabiskan makananku sendiri sebelumnya.

Mungkin karena makanan ini memang enak, mungkin juga karena perutku sudah kosong, atau karena kedua-duanya. Tanpa memikirkan lebih lanjut lagi, aku langsung membereskan piring dan gelas air mineral bekasku.

Kembali berdiri di posisi biasa, ndak beberapa lama musik elektone kembali dimainkan lagi. Suasana menjadi meriah kembali, karena nyaringnya suara asik dari musik elektone.

Meski ada rasa kekenyangan, tapi selalu bergerak melayani meja tamu rasa kenyang itu ndak terasa. Ketika lewat tengah hari ini, para tamu undangan semakin ramai lagi, aku pun mulai kewalahan.

Ada juga seorang ibu-ibu, sesekali membantu menambahkan air gelas mineral, yang kurang di meja tamu. Atau seorang anak perempuan, membawakan makanan pencuci mulut.

Aku dari tadi selalu luput dengan hal-hal itu, sekarang barulah menyadarinya. Karena fokusku terambil alih, oleh piring kotor bertumpukan di meja tamu. Maupun gelas bekas air kemasan, yang telah ditinggalkan oleh peminumnya.

Ada juga saat di mana, aku sedikit ditanyai oleh tamu mengenai ibu. Tentu di desa ini banyak mengenali ibu, karena ibu dilahirkan dan besar di desa ini. Kadang juga, beberapa tamu menanyai bapak tetapi sayang bapak ndak ke sini. Tamu-tamu yang menanyai bapak atau ibu, ada kukenal dan sebagian lainnya ndak kenal atau lupa.

Ibu-ibu yang bertugas melayani tamu di prasmanan, kini mereka berfoto-foto menggunakan Hp. Mungkin bermaksud untuk menghilangkan rasa jenuh, selama menunggu di meja prasmanan ini. Sebagian tamu lainnya juga, berfoto-foto entah apa saja yang mereka fotokan.

Lagi-lagi kembali teringat namun apa daya, batu baterai Hp-ku sudah benar-benar kosong belong. Sebenarnya dari tadi pagi, banyak hal yang ingin aku foto.

Selama bertugas membersihkan meja tamu, aku juga harus memperhatikan langkahku karena takut menginjak lumpur. Bekas aliran air yang masuk ke dalam serobong, akibat hujan dari tadi malam.

Meski lumpur itu telah ditutupi, dengan serbuk bekas pemotongan kayu. Tapi rasa waswas dalam hati, masih saja ada. Sebelumnya, aku pernah menyarankan untuk menutupi dengan papan. Tapi sayangnya kata kakak pemilik rumah, dia ndak memiliki papan lagi.

Serbuk-serbuk bekas pemotongan kayu ini, memang dapat mengurangi lumpur mengenai kaki. Namun tetap saja, kini kaki ku telah dilengketi licak ini, terutama pada bagian pinggir jari kaki ku.

Entah sudah ke berapa kalinya, aku menuju ke tandon air. Membersihkan lumpur licak, yang menempeli pinggir jari kakiku. Saat itu juga aku menyadari kehadiran adek ku, yang telah lulus SD dan akan melanjutkan ke MTs.

Aku ndak menyadari kapan dia datang, rupanya dia datang ikut bersama kakak sepupu. Sedangkan Basir yang kudengar dari adek, ndak mampir ke sini. Dengan alasan ndak membawa pakaian ganti, dan menggunakan celana pendek.

Adek kali ini ndak membantu membersihkan meja tamu, ndak tau mengapa. Padahal sebelumnya dia pernah ikut membantu, di acara pernikahan tetangga depan rumah.

Baca Juga Tentang :
Menjadi pelayan di acara nikahan tetangga seberang rumah

Tapi tetap saja, dia mau mengambilkan 2 dus air gelas mineral di dalam kamar rumah ini. Meski dia hanya mampu, membawa satu persatu saja. Sebelumnya aku pernah, menyuruh anak-anak lain untuk mengambilnya. Aku sendiri bisa mengangkat 2 dus sekaligus. Tapi melihat keadaan kaki ku terkena licak, jadi enggan untuk memasuki rumah.

Kusuruh anak-anak karena di atas teras sampai dalam rumah, aku ndak melihat teman seumuran ku. Selain itu bapak-bapaknya juga ndak ada, semua dipenuhi oleh ibu-ibu.

Mengingat aku tadi malam disuruh, oleh ibu-ibu mengangkatkan 2 dus air gelas mineral. Aku merasa ndak enak bila harus meminta bantuan mereka. Tapi sekarang sudah ada adek, yang dapat di andalkan.

Hanya sekedar mengangkatkan beberapa dus air gelas mineral. Karena dia memiliki badan yang cukup kuat dan besar. Selain itu alasannya, sebab dia hanya selalu duduk termenung di teras, seperti ndak ada kerjaan. Maka dari itu aku menyuruhnya, agar ndak melamun dan ada yang dapat dilakukannya.

Berusaha menghindari lumpur, serta terburu-buru ke meja yang ingin ku bersihkan. Tapi aku ceroboh, tanpa sadar menginjak gelas air mineral yang dibuang sembarangan oleh tamu.

Akibat injakanku, sisa air di dalam gelas plastik itu muncrat. Mungkin saja cipratan air, mengenai pakaian salah satu tamu undangan. Entah sadar atau ndak, dia ndak menegur ataupun memarahiku. Meski saat itu ada perasan gelisah, dan ndak enak kepada tamu itu.

Hampir juga aku menginjak rok, salah satu tamu di sini. Dia menggunakan rok yang sangat panjang dan lebar sekali. Sampai-sampai menutupi permukaan tanah, di sekitar kursi yang ia duduki.

Paman-paman membuat jalur air menggunakan cangkul, untuk mengatasi lumpur. Selain itu, ditaburkan juga serbuk bekas pemotongan kayu. Letak lumpur itu, berada di dekat posisiku berdiri saat ini.

Pantas saja kakiku terkena licak karena lumpur-lumpur itu dekat dengan ku. Tetapi menurutku, hanya dari posisi sinilah yang paling nyaman. Terutama untuk mengawasi seluruh meja tamu undangan.

Ndak terasa sekarang sudah hampir pukul 4 sore, musik elektone kembali di hentikan. Suasana sama seperti tadi siang, aku sempat ditawari untuk segera mengambil makanan beberapa kali.

Tapi aku ndak menuruti mereka, sebab masih banyak meja harus dibersihkan. Juga kekurangan air gelas mineral dan makanan pencuci mulut, pada beberapa meja.

Bahkan ada seorang ibu yang bertugas di prasmanan menegurku. Kata ibu itu, makan dulu nanti kalau ndak makan bisa pingsan, ndak sadarkan diri. Siapa yang bisa gotong kamu, sambil ibu-ibu lain yang ada di sekitar situ tertawa. Maksudnya mungkin bercanda, aku hanya bisa terdiam saja.

Padahal tubuhku ndak gemuk, malah keluargaku mengatakan aku paling kurus di antara kedua saudaraku. Mungkin saking sibuknya orang-orang di sini mengurusi tamu. Sampai-sampai ndak ada waktu untuk mengurusiku, bila pingsan karena kelaparan di sini.

Setelah menurutku, semua meja sudah siap untuk diisi olah para tamu lagi. Paling ndak, masih mampu bertahan dari tamu yang lama duduk ngobrol santai. Aku pun menuju ke meja prasmanan, langsung menyodorkan mangkuk sup yang ada di atas meja ini. Kepada seorang ibu, yang bertugas di bagian pelayanan hidangan prasmanan untuk sup.

Ibu itu mengambil mangkukku, lalu mengisikannya dengan kuah sup yang berada di dekatnya. Setelah itu aku mengambil nasi di termos besar, berada dekat denganku. Sebagai penyedap, kuberikan kecap dan jeruk nipis ke dalam mangkukku ini.

Mencari tempat duduk yang menurutku nyaman, untuk menikmati sup ini. Di teras depan rumah, rupanya sudah ada yang bisa diduduki oleh beberapa orang. Aku pun langsung duduk di sana, ndak taunya paman yang tadi siang juga ikut duduk di atas teras ini.

Aku melihat kuah supnya sangat hitam, mungkin karena kebanyakan kecap. Sampai-sampai ditegur oleh seorang ibu, tapi malah dibalas dengan candaan oleh paman.

Selesai makan, aku menyimpunkan piring kami dan membawanya ke tempat pencucian piring. Sehabis itu aku kembali ke teras, di sini aku duduk bersama paman dan melihat-lihat suasana di serobong.

Semua masih terlihat aman terkendali, aku bisa santai di duduk di teras dan berbicara dengan adek. Dia ndak makan lagi, karena merasa baru saja makan setelah datang tadi.

Melihat tamu, baru saja datang secara bersamaan lumayan banyak. Aku pun segera bergegas, melihat dan mencari meja yang ada tumpukan piringnya. Sekarang aku merasa para tamu malah lebih ramai, membuatku sedikit kewalahan.

Apalagi saat ditambah, harus ke teras samping rumah untuk mengisi toples kosong. Sesampai di sana aku ndak bisa memasuki rumah, untuk mengisi toples ini. Jadi aku meminta bantuan kepada ibu-ibu, yang memang bertugas dalam bagian mengolah makanan ini.

Setelah kembali dan menaruh toples ini, di meja tempanya berada tadi. Sadar kalau buah pisang di meja tamu, benar-benar luput dari perhatianku. Tetapi untung saja, ada seorang anak cewek yang membawakan buah itu.

Dia membawa buah-buahan pisang itu di atas nampan, dengan salah satu tangannya. Setelah sampai di meja tamu, dia tetap memegangi nampan itu. Dengan tangan satunya lagi, dia menaruh buah-buah pisang itu di atas meja.

Dan begitu seterusnya, sampai semua meja ndak ada kekurangan dari yang namanya buah pisang. Pada sore ini juga, ada tambahan berupa air es berwarna merah. Air es itu dituangkan ke gelas plastik, berwarna putih dengan tutul-tutul merah.

Lumayan susah membawa bekas gelas plastik, yang masih tersisa air es di dalamnya. Berbeda dengan gelas air mineral, lubangnya hanya sebesar sedotan. Sedangkan gelas es ini, ndak ada lubang karena memang ndak ada segel penutup pada permukaannya.

Kalau ndak hati-hati membawa gelas es ini, bisa-bisa jatuh tertumpah membasahi pakaian. Padahal melihat tamu yang ramai begini, harus dibutuhkan kegesitan.

Selain para penyanyi selalu membawakan lagunya, kadang MC juga membawakan lagu. Dan MC jugalah, yang memanggil nama-nama tamu atau orang-orang yang ada di sini. Agar naik ke atas panggung, untuk diberikan kesempatan bernyanyi.

Memang sebelumnya sudah di request, oleh orang-orang yang kenal dengan mereka. Ada di antara mereka, bersemangat sekali untuk bernyanyi sampai-sampai membawakan lebih dari satu lagu. Namun ada juga sebagian, ndak mau naik ke atas panggung.

Meski sudah agak sore, tetapi tamu masih saja ramai berdatangan. Aku bertanya kepada kakak pemilik rumah, kebetulan sekarang dia ada di dekatku. Sebab dari tadi, dia sibuk melakukan tugasnya di acara ini.

Aku menanyakan kapan musik elektone ini akan selesai?. Kata kakak, sekitar jam 5 sore sedangkan acara akikahannya, mungkin saja akan berlanjut sampai malam.

Setelah ngobrol sebentar, aku kembali melakukan tugasku. Kini persediaan air gelas mineral di dekatku telah habis, jadi kuminta adek mengambil dua dus lagi. Tetapi setelah adek keluar dari rumah lagi, dia melaporkan bahwa persediaan air gelas kemasan berdus-dus itu telah habis.

Aku memberitaukan kepada ibu-ibu yang bertugas di dapur. Ibu itu mengatakan, kalau soal persediaan air gelas kemasan, tanyakan kepada paman penyelenggara acara. Mendatangi dan menanyakan kepada paman penyelenggara acara, mengenai habisnya stok air gelas kemasan.

Mendengar hal itu, ia pun menuju motornya yang terparkir di samping serobong. Setelah mengetaui itu, sepertinya paman berangkat menuju toko. Sekembalinya paman penyelenggara acara, aku melihat dia membawakan dua dus air gelas mineral.

Melihat paman, aku segera menghampirinya dan mengangkat salah satu dusnya. Padahal tadinya ingin sekaligus dua dus, tapi dus satunya lagi malah paman sendiri yang mengangkatnya.

Setelah itu, aku berusaha untuk membukakan segel penutup kardus. Mungkin karena terburu-buru, serta gegabah. Aku malah merasa kesusahan, membuka segel kardus ini. Paman yang selalu makan bersamaku tadi, melihat kelakuanku. Ia pun membantuku, dan segel terbuka dengan mudah.

Selesai dengan itu, aku langsung mengantarkan air gelas mineral beserta sedotannya. Menuju meja-meja, yang ku tau kekurangan air gelas kemasan ini. Sampai pada saat ibu mendekatiku, mengatakan kalau kami harus pulang. Mungkin bermaksud, untuk menghindari pulang pada malam hari.

Mendengar itu aku yang tadinya sibuk, sekarang berusaha untuk tenang dan memberhentikan pekerjaanku. Mungkin setelah mendengar kata pulang tadi, aku pun kembali duduk di teras rumah bersama adek.

Selanjutnya
Ke Acara Akikah Bagian 6 : Pulang Menuju Rumah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kostum Busana Unik Karnaval 17 Agustus Di Babulu

Kostum dan busana unik dalam Karnaval, biasa digunakan oleh setiap peserta Karnaval memang bermacam-macam. Mulai dari kostum busana keren sampai aneh sekalipun dapat dilihat dalam acara Karnaval. Bisa baca juga: Berbagai Acara Rayakan 17 Agustus Di Babulu Acara Karnaval di Babulu untuk memperingati 17 Agustus juga sangat meriah. Banyak peserta antusias untuk mengikuti Karnaval. Para peserta Karnaval menggunakan berbagai kostum busana unik. Mereka menggunakan kostum dan busana dalam Karnaval banyak mengambil berbagai tema, mulai dari tradisional sampai fantasi. Tetapi para peserta tetap akan menggunakan tema berhubungan dengan 17 Agustus tahun ini, Meskipun ada juga beberapa peserta Karnaval yang sedikit keluar dari tema 17 Agustus. Tetapi yang penting Karnaval dapat berjalan dengan lancar dan menampilkan berbagai kostum busana unik. Para peserta Karnaval menggunakan kostum busana unik, ada yang langsung ke tempat peminjaman busana, ada juga menggunakan kostum busana unik

10 Kostum Busana Unik Karnaval 17 Agustus

Menampilkan Kostum dan Busana unik , oleh peserta dalam memeriahkan Karnaval 17 Agustus. Berbagai kostum maupun busana unik, ditampilkan oleh warga Babulu yang mengikuti Karnaval. Mulai dari yang mewah, meriah, mencolok, sampai sederhana tetapi tetap terlihat unik. Acara Karnaval dalam rangka memperingati 17 Agustus, berlangsung sangat meriah. Terlihat banyaknya peserta yang antusias, mengikuti Karnaval dengan menggunakan kostum busana unik mereka. Entah itu kostum atau busana yang mereka buat sendiri dengan kreativitas. Ataupun menyewa kostum dan busana yang menurut mereka unik, untuk di tampilkan di sepanjang jalan raya Babulu. Warga Babulu juga sangat antusias, untuk melihat para peserta dan meramaikan Karnaval. Banyak tema yang digunakan oleh Peserta Karnaval, dalam Kostum dan Busana unik yang mereka kenakan. Mulai dari tema tradisional sampai fantasi, bahkan ada yang menggunakan tema bebas. Bebas menampilkan kreativitas dalam memilih kostum dan busana unik mereka. Beri

Video "Lamaran Si Ma'ul" Cerita Lucu Pendek Durasi 5 Menit

Berikut cerita lucu, video Lamaran Si Ma’ul Ingin berencana melamar pekerjaan, Ma’ul membawa semua persyaratan yang dibutuhkan. Dimulai dengan mengetok pintu, entah kenapa dia mengurungkan niatnya, mungkin karena ragu. Akhirnya Ma’ul, memutuskan untuk ndak jadi mengetok pintu dan pergi. Memperhatikan sekelilingnya, ndak taunya dia berada di tempat sepi. Ma’ul pergi berjalan tanpa arah dan tujuan, sambil terus melamun. Di sepanjang perjalanan di awali dengan lompatan aneh, kaget menginjak ranting, hampir jatuh terpeleset dan menghindari orang, yang hampir menabraknya. Baru Ma’ul sadari dan kaget, ketika dia berhenti di sebuah kuburan. Ketika Ma’ul berjalan sampai di perkebunan sawit, dia langsung menyapa seseorang yang sedang membersihkan pohon kelapa sawit. Tapi, orang itu ndak mengenali Ma’ul, sebenarnya begitu juga dengan Ma’ul. Mengetahui niat dan maksud Ma’ul, pengurus kebun pun memberikan berbagai pertanyaan. Ma’ul bisa menjawab, semua pertanyaan itu dengan enteng. S